BLADDER TRAINING
Bladder training biasanya
dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin
(inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik.
Pengkajian :
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah
eliminasi urine :
1. inkontinensia urine
2. dribbling
Pengkajian Keperawatan :
1. Riwayat kejadian dan faktor pencetus.
2. mengkaji/menilai tingkat kesadaran dan
kemampuan konsentrasi
3. Mengkaji sistem perkemihan untuk menentukan
masalah kandung kemih.
Diagnosa Keperawatan:
Perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) berhubungan dengan
disfungsi urologik.
Tindakan keperawatan Bladder training.
1. Membuat schedule menentukan waktu
pelaksanaan kapan pasien mencoba untuk mengosongkan kandung kemih dengan
menggunakan komodo atau toilet.
2. Berikan pasien sejumlah cairan untuk
diminum pada waktu yang dijadwalkan secara teratur. (2500 ml/hari)
3. Anjurkan pasien untuk menunggu sekama 30
menit kemudian coba pasien untuk berkemih.
a. Posisikan pasien dengan paha fleksi, kaki
dan punggung disupport.
b. Perintahkan untuk menekan atau memasage
diatas area bladder atau meningkatkan tekanan abdominal dengan cara bersandar
ke depan. Ini dapat membantu dalam memulai pengosongan bladder.
c. Ajurkan klien untuk berkonsentrasi terhadap
bak
d. Anjurkan klien untuk mencoba berkemih
setiap 2 jam. Interval dapat diperpanjang .
Sebagai pedoman :
-
Atur
bunyi alarm jam dengan interval setiap 2 – 3 jam pada siang hari.
Dan
pada malam hari cukup 2 kali .
-
Batasi
cairan setelah jam 5 sore.
4. Anjurkan pasien untuk berkemih sesuai
jadwal, catat jumlah cairan yang diminum serta urine yang keluar dan waktu
berkemih.
5. Anjurkan klien untuk menahan urinnya
sampai waktu bak yang telah dijadwalkan.
6. Kaji adanya tanda-tanda retensi urine. Jika
diperlukan tes residu urine secara langsung dengan kateterisasi.
7. Anjurkan pasien untuk melaksanakan program
latihan secara kontinue
8. Berikan penguatan pada kemampuan pasien
bukan pada ketidakmampuannya.
Management pada klien
inkontinensia
( tidak untuk gangguan
bladder akibat gangguan neurology)
1. Bantu klien ke kamar mandi pada waktu atau
jadwal yang telah ditentukan.
2. Anjurkan pasien untuk melakukan
aktivitasnya sendiri. Hal ini dapat mengurangi rasa bosan/frustasi.
3. Berikan jumlah cairan yang adequat
4. Hindarkan tidakan yang mendukung
inkontinensia. Misalnya memakai diaper.
5. Ciptakan lingkungan yang dapat mencegah
rasa bosan:
-
Sediakan
kalender atau jam dinding untuk oreintasi waktu.
-
Sediakan
hiasan dinding atau poster.
-
Sediakan
telepon, radio atau televisi
-
Anjurkan
klien untuk membuat keputusan sendiri, untuk meningkatkan self esteem.
-
Anjurkan
klien untuk melakukan tugas-tugas berarti
-
Manfaatkan
waktu yang tersisa (missalnya membaca
buku)
-
Menyarankan
agar klien tidak di dalam kamar saja
-
Tingkatkan
kontak sosial
6.
Motivasi
klien untuk melakukan ADL secara mandiri
EVALUASI:
Tujuan yang diharapkan:
1. pakaian/pasien tetap kering dan bebas dari
bau.
2. Bladder kosong
3. Tidak ada residual urin
4. Tidak tampak adanya bakteriuria
5. Minum jumlah cairan sesuai anjuran
6. Hubungan sosial terpelihara.
Kegel exercise / latihan kegel.
Dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia stress.
1. Untuk otot dinding pelvisposterior,
bayangkan anda mencoba untuk menghentikan jalannya feces dan perkuat otot anal
tanpa menguatkan tungkai bawahatau otot abdominal anda
2. Untuk otot dinding pelvis anterior,
bayangkan anda untuk menghentikan jalannya urin, perkuat otot (belakang dan
depan) selama 4 detik dan kemudian lepaskan ulangi 10 kali 4 kali sehari dalam
1 jam jika diindikasikan).
3. Intruksikan individu untuk menghentikan dan
memulai aliran urine beberapa kali selama berkemih.
Inkontinensia Urine
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinesia akibat
inflamasi, mungkin sifatnya hanya sementara. Namun jika karena kelainan
neurologik kemungkinan besar bersifat permanen.
Inciden di Amerika > 10 jt orang mengalami inkontinensia urine, yang
mengenai individu dengan segala usia. Paling sering dijumpai pada lansia.
Faktor resiko : usia, jenis kelamin, jumlah persalian pervaginam,
infeksi saluran kemih, menopouse, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan
penggunaan berbagai obat. Gejala ruam,
dekubitus, infeksi kulit dan saluran kemih dan pembatasan aktivitas
merupakan konsekwensi dari inkontinensia
urine.
Tipe-tipe inkontinensia urine.
a. Inkontinensia akibat
stress, merupakan eliminasi urin diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat
dari peningkatan menadak pada tekanan intraabdomen. Tipe ini paling sering
ditemukan pada wanita. Dapat disebabkan oleh cidera obstetric, lesi kolum
vesika urinaria, kelainan ekstristik velvis, fistula, disfungsi destruksor,
dll.
Kharakteristik : keluar urine (biasanya
< 50 cc) pada waktu peningkatan tekanan abdominal akibat berdiri, bersin,
batuk, berlari atau mengangkat berat.
Faktor-faktor yang berhubungan:
1.
Inkomplet
pengeluaran kandung kemih akibat anomaly congenital traktus urinarius.
2.
Degeneratif
otot pelvis dan struktus penyangga akibat defesiensi estrogen.
3.
penigkatan
tekanan intraabdominal akibat obesitas , kehamilan.
4.
kelemahan
otot pelvis dan struktur penyangga akibat kelahiran anak.
b. Urge inkontinensia,
terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tyetapi
tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet.
Penyebabnya ;
Disfungsi neurologis yang menggangu
penghambatan kontraksi kandung kemih
Gejala local iritasi karena infeksi atau
tumor kandung kemih.
Penurunan kapasitas blas akibat kateter
pasca indwelling atau pada lansia. Kecilnya blas pada anak-anak.
c. Overflow incontinesia,
ditandai oleh eliminasi urine yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir
terus menerus. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara normal dan
mengalami distersi yang berlebihan.
Penyebab:
Kelainan neurologik (yaitu lesi medulla
spinalis) atau akibat faktor-faktor penyumbat saluran keluar urin (yaitu
penggunaan obat-obatan, tumor, striktur dan hyperplasia prostat.
d. Inkontinesia fungsional,
merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran perkemihan utuh tetapi ada faktor
lain yang menyebabkan pasien sulit untuk ke toilet dan berkemih. Misalnya pada
pasien demensia Alzheimer dimana pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya
berkemih, atau pada pasien dengan gangguan fisik.
e. Inkontinensia reflek, merupakan inkontinensia tanpa dorongan
sensasi berkemih atau kandung kemih penuh, disebabkan oleh kerusakan medulla
spunalis. Dimana kontraksi kandung kemih tidak dihambat, reflek involunter
menghasilkan berkemih spontan, sensasi penuhnya kandung kemih hilang atau berkurang.
f. Bentuk-bentuk Inkontinensia
urine campuran. Yang mencakup ciri-ciri inkontinensia diatas, dapat pula
terjadi. Selain itu, inkontinensia urine dapat terjadi akibat interaksi banyak
faktor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar